top of page

Bukan Taper Tantrum, Ini yang Bisa Bikin Rupiah Lesu


Semarang, Kontak Perkasa Futures - Nilai tukar rupiah melemah 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu kemarin. Pelemahan rupiah berisiko berlanjut pada perdagangan Kamis (17/6/2021), bahkan cukup tajam sebab dolar AS sedang perkasa merespon pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).


Indeks dolar AS kemarin melesat nyaris 1% ke 91,395 setelah The Fed mengindikasikan suku bunga akan naik pada tahun 2023.

Tidak hanya sekali tetapi dua kali di tahun tersebut. Proyeksi terbaru tersebut lebih cepat ketimbang yang diberikan bulan Maret lalu yakni kenaikan suku bunga pertama dilakukan di 2024.


Sementara itu tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) masih belum terjawab. Isu tersebut selama ini membuat rupiah sulit menguat meski didukung fundamental dari dalam negeri yang bagus.


Maklum saja, tapering dapat memicu taper tantrum, dan pernah terjadi pada tahun 2013. Saat itu, rupiah terpukul hebat.

The Fed dalam pengumuman kebijakan moneternya tidak menyebutkan mengenai masalah tapering, tetapi menyiratkan sudah mendiskusikan hal tersebut.

Tetapi, jika suku bunga akan dinaikkan lebih cepat dari sebelumnya, artinya tapering juga kemungkinan besar akan lebih cepat, terjadi di semester II tahun ini. Apalagi The Fed juga menaikkan proyeksi inflasi tahun ini menjadi 3,4% dari sebelumnya 2,4%.


"Jika The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun 2023, mereka harus mulai melakukan tapering lebih cepat untuk mencapai target tersebut. Tapering dalam laju yang moderat kemungkinan akan memerlukan waktu selama 10 bulan, sehingga perlu dilakukan di tahun ini, dan jika perekonomian menjadi sedikit panas, maka suku bunga bisa dinaikkan lebih cepat lagi," kata Kathy Jones, kepala fixed income di Charlers Schwab, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (17/6/2021).


Pelaku pasar juga menanti pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) pada hari ini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap bertahan di 3,5%. Seluruh institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus sepakat bulat.


Tetapi pasar akan mencari sinyal kebijakan moneter BI ke depannya, mengingat The Fed akan menaikkan suku bunga lebih cepat, yang berisiko memukul nilai tukar rupiah. Secara teknikal, meski melemah dalam 3 hari terakhir, tetapi belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan.


Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih berada di bawah rerata pergerakan 100 hari (moving average 100/MA 100) di kisaran Rp 14.290 hingga Rp 14.300/US$. Artinya, rupiah masih bergerak di bawah tiga MA, yakni MA 50, 100, dan 200, yang artinya momentum penguatan yang lebih besar.

Tetapi kondisi fundamental yang kurang menguntungkan tentunya berisiko membuat rupiah tertekan.

Sementara itu Stochastic pada grafik harian bergerak turun dan belum mencapai wilayah oversold.


Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.


Stochastic saat ini berada di kisaran 37, masih jauh dari wilayah oversold, sehingga ruang penguatan cukup besar.

Resisten terdekat berada du kisaran 14.270/US$, jika dilewati rupiah berisiko menuju MA 100 di kisaran Rp 14.300/US$ dan MA 200 di kisaran 14.320/US$.

Sementara support terdekat berada di kisaran Rp 14.200/US$, jika mampu ditembus rupiah berpeluang ke Rp 14.155/US$.


Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210617065038-17-253747/bukan-taper-tantrum-ini-yang-bisa-bikin-rupiah-lesu

コメント


bottom of page