top of page

China Kirim Kabar Buruk, Rupiah Langsung Terpuruk!


Semarang, PT kontak perkasa - China mengirim kabar kurang bagus pada perdagangan Kamis (30/9), membuat rupiah yang sudah dua hari tanpa perlawanan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) kembali masuk ke zona merah. Padahal, yield obligasi AS (Treasury) yang selama ini membuat rupiah tertekan mulai menurun.

Melansir data dari Refinitiv, rupiah langsung melemah 0,14% ke Rp 14.310/US$ pada pembukaan perdagangan hari ini. Depresiasi bertambah hingga 0,21% ke Rp 14.320/US$ pada pukul 10.07 WIB.

Rilis data aktivitas manufaktur China memberikan sentimen negatif. Sebab, untuk pertama kalinya sejak Februari 2020, sektor manufaktur China kembali mengalami kontraksi.


Akitivitas manufaktur dilihat dari Purchasing Managers' Index (PMI) dengan angka 50 menjadi ambang batas. Di atas 50 artinya ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.

Pemerintah China hari ini melaporkan PMI manufaktur bulan September turun menjadi 49,6 dari bulan sebelumnya 50,1.

PMI manufaktur Negeri Tirai Bambu sudah mengalami penurunan dalam 6 bulan beruntun, kali terakhir mencatat kenaikan pada Maret lalu, dengan angka indeks saat itu sebesar 51,9.


Tren tersebut hingga akhirnya mengalami kontraksi memicu kecemasan akan pelambatan ekonomi China akan kembali muncul.

Sebelumnya, Ekonom dari Goldman Sachs memangkas proyeksi produk domestik bruto (PDB) China di tahun ini menjadi 7,8% dari sebelumnya 8,4%. Pemangkasan tersebut cukup tajam, sebab China dikatakan akan menghadapi tantangan dari pembatasan konsumsi energi.

"Kendala pertumbuhan yang relatif baru berasal dari peningkatan regulasi untuk target konsumsi dan intensitas energi yang ramah lingkungan," kata ekonom Goldman Sachs dalam sebuah laporan yang dikutip CNBC International.


Kebijakan China tersebut membuat pasokan listrik di beberapa provinsi menjadi terbatas, dan berdampak pada aktivitas pabrik. Selain itu, tingginya harga bahan baku juga menjadi pemicu kontraksi sektor manufaktur negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

Sementara itu kemarin yield Treasury turun 2,25 basis poin ke 1,5236%, setelah naik 4 hari beruntun dengan total 18,57 basis poin. Pagi ini penurunan kembali berlanjut sebesar 1,21 basis poin yang sebenarnya membuka peluang penguatan rupiah.

Pelaku pasar mulai mencerna kembali peluang kenaikan suku bunga di AS pada tahun depan, meski inflasi tinggi, salah satu indikator lainnya yakni pasar tenaga kerja dikatakan masih belum cukup untuk menaikkan suku bunga.


Hal tersebut diungkapkan ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell.

Powell terlihat pro kenaikan suku bunga di 2023 ketimbang tahun depan, ia menyatakan perekonomian masih jauh untuk mencapai pasar tenaga kerja maksimum.

"Pada pekan lalu saya mengatakan kami sudah mencapai target untuk memulai tapering. Saya perjelas lagi, dalam pandangan kami, masih jauh untuk mencapai target tenaga kerja maksimum," kata Powell di hadapan Kongres AS, Selasa lalu.

Artinya, The Fed memang akan melakukan tapering dalam waktu dekat, tetapi untuk menaikkan suku bunga masih menunggu hingga target tenaga kerja maksimum tercapai.


Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210930091135-17-280275/china-kirim-kabar-buruk-rupiah-langsung-terpuruk

Comments


bottom of page